Program Masyarakat Siaga Bencana Melalui Pengurangan Risiko Bencana Berkelanjutan dan Inklusif

Sejak Januari 2020, Palang Merah Indonesia (PMI) bersama Palang Merah Amerika melanjutkan Program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat (Community Based Disaster Risk Reduction)

membangun kapasitas dan kesiapan masyarakat dalam merespon bencana serta memperkuat kapasitas kelembagaan PMI dalam menyediakan kebutuhan dasar masyarakat pada kondisi darurat melalui program Program Masyarakat Siaga Bencana Melalui Pengurangan Risiko Bencana Berkelanjutan dan Inklusif (Fostering Disaster-Ready Communities through Sustainable and Inclusive Disaster Risk Reduction).

Program ini dilaksanakan di dua provinsi dengan melibatkan tujuh komunitas di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung dan lima komunitas di Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Scroll untuk melanjutkan

Provinsi Lampung

Provinsi Lampung

Wilayah Provinsi Lampung memiliki luas sebesar 34,62 ribu kilometer persegi dengan kepadatan penduduk 260 jiwa per kilometer persegi pada tahun 2020. Angka ini meningkat berdasarkan data Sensus Penduduk 2010 yang mencatat kepadatan penduduk Provinsi Lampung sebanyak 220 jiwa per kilometer persegi dan 192 jiwa per kilometer persegi berdasarkan Sensus Penduduk 2000.

Kabupaten TANGGAMUS

Analisis Google Earth Engine Alluvionne

Kabupaten Tanggamus ini memiliki luas wilayah 4.654,98 Km² dan berpenduduk sebanyak 640.275 jiwa (2020) dengan kepadatan penduduk 137 jiwa/km². Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tanggamus menyatakan ada 12 kecamatan di Bumi Begawi Jejama ini yang masuk dalam katagori rawan bencana banjir dan tanah longsor.Hal ini disebabkan oleh lokasi geografis kabupaten yang berada diwilayah perbukitan disertai sungai-sungai yang berukuran besar.

Risiko Banjir

RBI BNPB

Berdasarkan kajian risiko inaRISK BNPB, Kabupaten Tanggamus memiliki indeks risiko bencana dengan nilai 0.083 - 0.658 yaitu rendah sampai tinggi.

Desa Dampingan di kabupaten Tanggamus

Palang Merah Amerika dan PMI mengimplementasikan program ini di Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus dengan merujuk pada kriteria yang disepakati untuk pemilihan desa terkait dengan unsur-unsur potensi cabang PMI tingkat kabupaten yang untuk menjalankan koordinasi dan implementasi program. Namun demikian, peningkatan kapasitas kantor cabang PMI ini tetap menjadi komponen utama untuk meningkatkan kesiapan kelembagaan.

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)

Profil Daerah NTT

Wilayah NTT terdiri atas 12 daerah Kabupaten/Kota. Proses pemekaran wilayah yang terjadi menjadikan wilayah administratif Provinsi NTT pada tahun 2019 terbagi atas 21 Kabupaten dan 1 Kota yaitu Kota Kupang, sebagai ibukota provinsi NTT yang berada bagian barat Pulau Timor. Provinsi dengan satwa endemik Komodo ini memiliki luas wilayah darat 47.931,54 km2. Berdasarkan data BPS tahun 2020, jumlah populasi di Provinsi NTT mencapai 5.325.566 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 111 jiwa per km2. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, penduduk dengan jenis kelamin perempuan lebih tinggi daripada laki-laki terutama dengan rasio jenis kelamin di Provinsi NTT tahun 2020 sebesar 98,19 persen.

Kabupaten Manggarai

Analisis Google Earth Engine Alluvionne

Kabupaten Manggarai merupakan daerah dataran tinggi yang didominasi oleh bentuk permukaan daratan yang bergelombang dengan kemiringan lahan ≥40% (pegunungan) yaitu seluas 38,36% dan kemiringan lahan antara 15%-40% yakni seluas 55,41% dari luas wilayah Kabupaten Manggarai. Kabupaten Manggarai memiliki 12 sungai yang berpotensi banjir, dari beberapa sungai tersebut telah menyebabkan banjir dan mengakibatkan rusaknyanya fasilitas masyarakat dan fasilitas umum lainnya dengan 22 Kejadian pada tahun 2019.

Risiko Banjir

RBI BNPB

Berdasarkan kajian risiko inaRISK BNPB, kabupaten Manggarai memiliki indeks risiko dengan nilai 0.072 - 0.616 yaitu rendah sampai sedang.

Desa Dampingan di kabupaten Manggarai

Palang Merah Amerika dan PMI mengimplementasikan program ini di lima desa di Kecamatan Reok, Kabupaten Reok. Selain banjir penduduk di wilayah ini juga menghadapi paparan risiko tinggi terhadap cuaca ekstrem, kekeringan, gempa bumi, tanah longsor, banjir, wabah penyakit dan wabah, tsunami serta badai dan abrasi pantai yang ekstrem (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2015).

Latar Belakang Program

Provinsi Lampung dan Nusa Tenggara Timur dipilih sebagai wilayah prioritas tinggi ditetapkan dalam kelas risiko tinggi dalam indeks pengurangan risiko nasional.

Program ini bertujuan untuk membangun kapasitas masyarakat dalam kesiapsiagaan dan saat menghadapi bencana, serta untuk memperkuat kapasitas kelembagaan PMI dalam memberikan layanan manajemen risiko bencana yang penting kepada masyarakat. Melalui program ini, kelompok masyarakat rentan diharapkan bisa mengatasi kerentanan berupa kesenjangan, kesetaraan gender, pengucilan, dan degradasi lingkungan kronis.

Studi Baseline

Berdasarkan data awal yang didapatkan melalui StudiBaseline, masyarakat dan komunitas sekolah memiliki pengetahuan mengenai risiko bencana yang ada di lingkungan mereka, namum masih sedikit yang memahami bagaimana respon yang tepat dalam merencanakan atau bereaksi ketika bencana terjadi.

Peningkatan kapasitas di masyarakat sudah mulai berjalan dengan dibentuknya SIBAT di beberapa komunitas sasaran. Selanjutnya aktivitas yang dilakukan banyak yang berhubungan dengan respon COVID-19 di area implementasi.

Hasil Studi Baseline bisa dilihat pada visualisasi data berikut ini.

Sebaran Responden

Responden survei dasar rumah tangga FDRCSI-DRR mencakup 397 orang dewasa tersebar di 2 Kabupaten yaitu Kabupaten Manggarai sebanyak 180 orang dan Kabupaten Tanggamus sebanyak 234 orang.

Jenis Bencana yang terjadi di desa responden

Dari jenis risiko bencana yang ditanyakan, responden lebih mengetahui tindakan respon banjir yang merupakan risiko utama di wilayah sasaran, responden di Manggarai lebih paham daripada responden di Tanggamus.

Jenis Bencana yang terjadi di desa responden (per kabupaten)

Mayoritas responden (257 responden atau 65%) mampu menyebutkan setidaknya satu potensi bahaya sedangkan 107 responden (27%) dapat menyebutkan dua potensi bahaya, 21 responden (5%) dapat menyebutkan tiga potensi bahaya dan hanya sembilan responden (2%) yang dapat menyebutkan empat potensi bahaya.

Apakah di desa responden memiliki sistem peringatan dini?

Dari total responden di kedua Kabupaten, mayoritas menyatakan tidak mengetahui apakah di desanya memiliki sistem peringatan dini.

Apakah di desa responden memiliki sistem peringatan dini? (per kabupaten)

Bila dilihat dari grafik, mayoritas responden dari kedua Kabupaten tidak mengetahui adanya sistem peringatan dini di desa mereka.

Darimana responden mendapatkan informasi peringatan dini?

Pada grafik ini, 3 respon terbesar untuk mendapatkan informasi peringatan dini adalah melalui teman, gejala alam dan HP

Darimana responden mendapatkan informasi peringatan dini? (per kabupaten)

Responden di kedua Kabupaten menyatakan tidak mengetahui darimana mendapatkan informasi peringatan dini.

Apa yang responden lakukan ketika mendapatkan info peringatan dini?

Hanya sedikit responden yang mengetahui adanya peraturan penanggulangan bencana di desa mereka, yaitu delapan orang (2%) pada semua responden, empat orang (3%) padaresponden perempuan, empat orang (2%) pada responden laki-laki, tiga orang (2%) di kalangan responden di Manggarai, dan lima orang (2%) pada responden di Tanggamus.

Apa yang responden lakukan ketika mendapatkan info peringatan dini?(per kabupaten)

Hanya sedikit responden yang mengetahui adanya peraturan penanggulangan bencana di desa mereka, yaitu delapan orang (2%) pada semua responden, empat orang (3%) padaresponden perempuan, empat orang (2%) pada responden laki-laki, tiga orang (2%) di kalangan responden di Manggarai, dan lima orang (2%) pada responden di Tanggamus.